Senin, 18 Februari 2013

My First Bird Watching Competition Experience

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan keragaman hayati diantaranya berbagai jenis burung. Indonesia merupakan habitat bagi 1.539 jenis atau 17% dari seluruh jenis yang ada di dunia yang berjumlah 9.052 jenis. Sebanyak 381 jenis atau 4% merupakan jenis yang tidak ada di tempat lain kecuali Indonesia(endemik).

Bird watching atau pengamatan burung adalah kegiatan untuk melihat, mengamati dan menginventarisir jenis-jenis burung. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui jenis burung apa saja yang ada di suatu daerah, memberikan pengetahuan seberapa tingginya keanekaragaman hayati yang ada di daerah tersebut.

Saat ini sudah ada banyak kompetisi Bird watching, kebanaykan penyelenggaranya adalah Taman Nasional dan Tahura(Taman Hutan Raya). pesertanya kebanyakan mahasiswa dengan jurusan biologi, kenapa?? ya sudah jelas karena jurusan biologi mempelajari yang namanya Ornitologi, ilmu yang mempelajari burung. selain itu ada juga dari kalangan umum pecinta burung, ada juga dari Mapala(Mahasiswa Pecinta Alam)

Menurut saya biaya pendaftaran untuk mengikuti lomba tersebut sangatlah mahal, yang paling murah Rp.100.000 dan biasanya Rp.350.000. Dengan fasilitas makan dan lain sebagainya itu tetaplah mahal untuk ukuran mahasiswa seperti saya. Beruntung Tahura Raden Soerjo mengadakan lomba ini dengan tanpa biaya alias gratis, pengalaman untuk mengikuti lomba seperti ini sangat jarang saya dapatkan, langsung saja saya mendaftar online.

Tahura yang lebih dikenal dengan pemandian air panas Cangar ini entah kesambet apa kok mau maunya mengadakan lomba yang dikenal ptrestisius ini secara gratis, dan lagi total hadiahnya tidak main-main, Rp.30.000.000, sebuah angka yang sangat fantastis mengingat lomba ini gratisan. Sehingga tak kurang dari 250 orang mengikuti acara ini, mulai dari orang jakarta sampai bali ada semua.



Suasana aneh mulai menyelimuti ketika baru sampai di penginapan, semua orang tampak akrab satu sama lain hanya saya dan anggota tim yaitu Febri dan Mas Arif yang tidak kenal satupun diantara para peserta. Saya baru menyadari kalau lomba ini persertanya kebanyakan adalah orang yang sama yang ikut pada lomba-lomba sebelumnya. Tapi itu semua tak menghalangi niat saya untuk menambah teman dan saudara, satu persatu saya coba memberanikan diri untuk SKSD pada setipa orang yang berada di dekat saya, meskipun tak semuanya berhasil dengan baik.

Malam pertama dibuka dengan pembekalan materi dan pemaparan peraturan lomba, dan baru saya tahu kalau sedang lomba itu tidak boleh bawa buku panduan burungnya MacKinnon, "waduh, piye carane ngapalne manuk sak mene kean?" ucapku nyeplos. Tak elak aku hanya bisa nggetu menghafalkan tiap jenis burung yang kemungkinan besar ada di Tahura R. Soerjo karena yang dipertandingkan esok hari adalah nama jenis burung, ciri-ciri utama burung dan sketsa burung. 

suasana pembekalan materi malam pertama

Pagi menjelang, semua peserta telah bangun dari mimpi indahnya, mempersiapakan semua peralatan muali dari alat tulis dan gambar, binocular, monocular, DSLR dengan lensa standar ada juga yang pakai lensa tele, kayak yang saya pakai 300mm. Namun smua itu masih kalah sama punyaknya Mas Uwis, fotografernya TN. Baluran dengan termos besar di depan badan kameranya. 

Peserta diperbolehkan melakukan pengamatan di mana saja asal masih dalam kawasan Tahura R. Soerjo. Banyaknya peserta yang memulai pengamatan di dekat kolam pemandian, membuatku memutuskan untuk memulai dari Gajahmungkur, titik pengamatan terjauh. menunggangi truk pasir, tim dari Mapala Jonggring Salaka  UM, dan beberapa tim lain bersuka cita dalam diam di atas bak truk karena tak mau mengganggu burung.

Sesampainya di Gajahmungkur, pendengaran seakan diisi penuh oleh suara kicauan burung, tak jelas suara burung apa yang didengar. Saya yang baru pertama kali, dibuat linglung oleh keadaan ini. Tak mau putus asa, kuarahkan lensa tele ke segala arah dan didapatlah beberapa burung pada 1 jam pertama pengamatan.




Pengamatan berlanjut,mengikuti tanjakan ke tempat asal kami berada sebelumnya. Namun ada yang berbeda, kini tim Jonggring mendapat teman berjalan dari satu almamater, Universitas Negeri Malang, dari jurusan biologi, yang sebenarnya satu dari mereka yaitu Weli adalah anak Jonggring juga. semakin menanjak, kanopi pohon semakin menutupi janalan, sejuk terasa menghilangkan lelah dan peluh yang menggelora. Sesekali beberapa pengendara sepeda tangguh melewati kami yang sedang berjalan. Setelah cukup jauh berjalan, kami sampai di tempat yang cukup terang, ada aliran air, dan sekitarnya tertutup kanopi pohon-pohon besar, tempat yang sangat coco untuk burung hinggap. Benar saja, baru sebentar menunggu sudah dapat jepretan tele lagi.



dalam perjalanan kami sempat bertemu dengan tim lain, sempat iri dan kagum karena meraka sudah dapat 16 sketsa burung beserta identifikasinya, sedangkan kami hanya memotret dan belum di sketsa sama sekali. Satu hal yang tak terlupakan adalah saat aku mengejar siluet hitam besat di langit yaitu Julang emas, burung pemakan biji-bian yang bentang sayapnya satu meter lebih. Hempasan sayapnya terdengar sampai tanah, dan suaranya yang serak menggegerkan ketenangan kami.

siluet Julang emas


Tak terasa, 5 jam kami mengamati burung, beristirahat di tempat orang jualan tape ketan hitam juga badeg, air tape ketan hitam. Semua itu kami santap dengan lahap karena haus dan lapar. Momen itu kami manfaatkan untuk mulai mencatat dan menggambar apa yang telah didapat selama 5 jam terakhir. Tanya jawab antara orang baru dan yang sudah pengalaman menjadi bumbu selam makan tape ketan hitam. 15 sketsa dan identifikasi yang tak begitu lengkap sudah tercatat dalam buku lomba segera bergegas ke destinasi selanjutnya yaitu pemandian untuk menambah perbendaharaan catatan.

suasana sharing hasil data

Sayang, di pemandian kami hanya mendapatkan 1 jenis baru, itupun kami tidak tahu jenisnya apa. Dengan pasrah dan tak berharap banyak, akhirnya kami kumpulkan juga daftar identifikasi burung yang kami peroleh. Malam mulai datang, diisi dengan kuis dan sharing. Sungguh beruntung, karena modal ngomong, saya dapat satu set gelas dan kompas, lumayan lah buwat tambahan perlengkapan kalau naik gunung lagi.

Esok hari, adalah jadwal pengumuman pemenang, tapi itu masih sekitar jam 8. Pagi sekali beberapa peserta berangkat ke pemandian untuk merasakan hangatnya air belerang didinginnya pagi. Sungguh nikmat, apalagi dapet teman baru lagi yang kebanyakan anak Surabaya. Berendam bersama, main air, dan bersenda gurau adalah cara paling efektif untuk menghabiskan waktu dan benar, tak terasa sudah jam 7 pagi, segera bersiap untuk pengumuman pemenang lomba.

Tak berharap banyak, karena kami baru pemula, banyak pesimis dan optimis hanyalah penambah rasa iri.Mending mendengarkan dan memberi selamat kepada yang menang. Piala yang terbuat dari arklirik dan uang tunai diserahkan kepada pemenang yang tentu saja bukan kami. Namun kami tetap senang karena sudah dapet pengalaman baru, teman baru dan pastinya ilmu dan pengetahuan baru.

peserta bird watching competition

peserta bird watching competition dari Univ. Negeri Malang